Paulo Coelho
Diterjemahkan dari bahasa Portugis
Oleh Margaret Jull Costa
Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.
Injil Lukas 6:40
**********
Prolog
“Di laut sana di pantai sebelah barat perkampungan terdamparlah sebuah pulau, di atasnya berdiri sebuah kuil luas dengan lonceng yang banyak” kata perempuan itu.
Anak bujang kecil itu memerhatikan perempuan berpakaian aneh bertutup kepala kerudung itu. Ia belum pernah melihat perempuan itu sebelumnya.
“Kamu pernah ke kuil itu?” perempuan itu bertanya. “Ke sanalah, ceritakan nanti bagaimana menurutmu?”
Karena terpikat kecantikannya, pergilah anak muda tanggung itu ke tempat yang dia tunjukkan. Lalu ia duduk di tepi pantai dan melempar pandangan jauh ke laut sana, tapi ia hanya melihat apa yang sudah ia lihat sebelumnya, langit biru dan lautan luas.
Dengan kecewa, berjalanlah ia ke perkampungan nelayan terdekat dan bertanya jika ada orang yang tahu tentang pulau dan kuil itu.
“Oh, itu sudah bertahun-tahun yang lalu, sewaktu leluhur kami masih hidup”, kata seorang nelayan tua. “Saat itu terjadi gempa bumi dahsyat, dan pulau itu pun hilang ditelan lautan. Meski kami tidak bisa lagi melihat pulau itu, kami masih bisa mendengar suara lonceng kuilnya diayun gelombang laut di bawah sana”.
Lalu, si anak muda kembali ke pantai dan berusaha mendengar bunyi lonceng itu. Ia berdiam di sana sampai sore berganti malam, tapi yang ia dengar hanya suara ombak dan sahutan burung camar.
Saat malam tiba, datang orangtuanya mencari. Besok paginya, ia kembali ke pantai itu; ia tidak percaya bagaimana seorang perempuan secantik itu berbohong padanya. Sekiranya perempuan itu kembali, ia bisa saja bilang, meski belum melihat pulau itu, ia sudah mendengar lonceng kuil itu berdentang dibuai gelombang ombak.
Bulan-bulan berlalu; si perempuan belum juga kembali dan anak muda itu akhirnya melupakannya; sekarang ia yakin sepenuhnya bahwa ia mesti menemukan kekayaan dan harta karun kuil tersebut. Kalau saja ia bisa mendengar suara lonceng tersebut, tentu ia bisa mencari dimana keberadaannya dan menyelamatkan harta terpendam di bawah laut sana.
Ia pun tak berminat lagi dengan sekolah dan teman-temannya. Malah ia menjadi korban olok-olok anak-anak lainnya. Mereka bilang: “Ia tidak seperti kita. Ia lebih suka memandang laut karena ia takut kalah dalam permainan kita”.
Dan mereka semua tertawa melihat anak muda itu duduk di tepi pantai.
Meski ia masih belum bisa mendengar dentang lonceng kuil tua itu, anak muda itu belajar tentang satu hal lain. Ia mulai menyadari bahwa ia telah tumbuh terbiasa dengan suara ombak laut dan tak terganggu dengan yang lain. Semenjak itu, ia menjadi akrab dengan bunyi sahutan camar, dengungan lebah dan desauan angin di antara pohon palem.
Enam bulan berlalu setelah percakapannya dengan perempuan dulu, anak muda itu masih duduk di sana tidak mempedulikan suara apa saja sekitarnya, tapi masih saja ia belum bisa mendengar suara lonceng dari kuil yang terbenam di laut itu.
Para nelayan datang dan bicara padanya, meyakinkannya bahwa mereka sering mendengar lonceng tersebut.
Tapi anak muda itu tak kunjung bisa.
Selang waktu kemudian, tak diduga-duga, para nelayan tersebut malah merubah nada ucapan mereka: “Kamu terlalu banyak menyita waktu untuk berpikir tentang lonceng di bawah laut sana. Lupakan saja dan kembalilah bermain lagi dengan teman-temanmu. Mungkin hanya kami nelayan yang bisa mendengarnya”.
Setelah hampir setahun, anak muda itupun berpikir: “Barangkali mereka benar. Mungkin aku hanya tertarik pada kehidupan menjadi nelayan dan mendatangi pantai ini setiap pagi karena aku mulai suka tinggal di sini”. Dan ia juga berpikir: “Barangkali juga ini hanya cerita dongeng dan lonceng itu sudah hancur selama gempa dan tak pernah berbunyi lagi”.
Sore itu, ia memutuskan pulang ke rumah.
Ia berjalan di sepanjang pantai untuk mengucapkan selamat tinggal. Ia pandangi lagi alam perawan di sekitarnya dan karena ia tidak peduli lagi dengan lonceng itu, ia pun hanya bisa tersenyum memandang keindahan burung camar terbang, raungan ombak di laut dan hembusan angin di pepohonan palem. Jauh di sana, ia dengar suara canda teman-temannya bermain dan ia merasa senang memikirkan ia bakal kembali pada permainan masa kecilnya.
Anak muda tanggung itu bahagia dan – layaknya seorang anak kecil – ia bersyukur karena ia hidup. Ia yakin ia tidak menyia-nyiakan waktunya, karena ia telah belajar merenung tentang Alam dan bagaimana menghargainya.
Dan terjadilah ini, karena ia telah mendengar lautan, burung camar, angin di antara pepohonan palem dan suara canda temannya sedang bermain, akhirnya terdengar juga dentang lonceng itu untuk pertama kalinya.
Lantas terdengar lagi.
Dan terdengar lagi, lagi, dan lagi, sehingga memenuhi dirinya dengan kebahagian, karena semua lonceng kuil di bawah laut sana berdentang terus.
Tahun-tahun berlalu, saat ia telah menjadi laki-laki dewasa, ia kembali ke kampung nelayan itu dan mengunjungi pantai masa kecilnya. Ia tak lagi memimpikan menemukan harta karun di dasar laut itu; karena bisa saja semua itu hanya hasil khayalan anak kecil semata, karena yang sebenarnya ia tidak pernah mendengar lonceng yang terbenam di laut itu berdentang di sore masa kecilnya yang telah hilang dulu. Namun, ia putuskan juga berjalan di sepanjang pantai, mendengar bunyi riuh angin dan teriakan burung camar.
Tak terbayangkan kagetnya ia ketika, di sana di pantai itu, ia melihat perempuan yang bicara padanya dulu pertama kali tentang pulau misteri dan lonceng kuilnya.
“Sedang apa kau di sini?” ia bertanya.
“Aku sedang menunggumu” jawabnya.
Ia perhatikan perempuan itu, meski bertahun lamanya telah berlalu, tapi masih kelihatan persis sama seperti dulu; kerudung penutup rambutnya tak berubah warnanya dimakan waktu.
Perempuan itu mengulurkan sebuah buku catatan biru dengan halaman kosong.
“Tulislah: seorang prajurit cahaya menghargai cara pandang anak karena mereka bisa melihat dunia tanpa kepahitan. Kalau ia ingin tahu apakah orang di sampingnya baik bisa dipercayainya, ia hanya perlu melihatnya dari dunia anak kecil.”.
“Apa itu prajurit cahaya?”
“Engkau sudah tahu itu”, jawabnya sambil tersenyum. “Ia adalah seorang yang sanggup mengerti keajaiban kehidupan, berjuang tanpa henti untuk sesuatu yang ia percaya – dan yang mendengarkan dentang lonceng diayun gelombang di dasar laut”.
Ia sama sekali tak menganggap dirinya seorang prajurit cahaya. Perempuan itu seperti membaca pikirannya. “Setiap orang punya kemampuan dalam hal ini. Dan meski tak seorangpun yang tahu kalau ia adalah prajurit cahaya, tapi sebenarnya kita semua adalah prajurit cahaya”.
Ia melirik halaman kertas kosong dalam buku catatan itu. Perempuan itu kembali tersenyum.
“Tulislah tentang prajurit itu”, dia berkata.
Kitab Panduan Prajurit Cahaya
Seorang prajurit cahaya tahu bahwa ia banyak bersyukur dari apa yang ia punyai.
Ia dibantu dalam perjuangannya oleh malaikat; kekuatan ilahi yang berada di segala tempat, sehingga memungkinkannya memberikan yang terbaik.
Temannya bilang: “ia begitu beruntung !” Dan sang prajurit itu kadang memang bisa meraih apa saja yang jauh dari kemampuannya.
Makanya, saat matahari tenggelam, ia berlutut takjim dan berterima kasih pada Jubah Pelindung yang melingkupi dirinya.
Rasa terima kasihnya tidak hanya terbatas pada dunia spiritual; ia tak pernah lupa pada teman-temannya, karena darah mereka telah bercampur dengan darahnya dalam pertempuran.
Seorang prajurit tidak perlu diingatkan untuk menolong yang lain; ia lah orang pertama yang mengingatkan dan memastikan untuk berbagi pada mereka kehormatan yang ia terima.
**********
Semua jalan dunia menuju jantung hati prajurit; ia menceburkan diri tanpa ragu ke dalam sungai gairah yang selalu mengalir dalam hidupnya. Sang prajurit tahu ia bebas memilih apa yang diinginkannya, dan ia mengambil keputusan ini dengan keberanian, teguh pendirian, dan – kadang – kalau perlu dengan sentuhan kegilaan.
Ia rengkuh segala gairah dan menikmatinya dengan sangat. Ia tahu tak perlu menolak kuasa kesenangan; karena kesenangan adalah bagian kehidupan yang membawa kegembiraan bagi yang ikut terjun ke dalamnya.
Namun ia tak pernah hilang pandangannya pada hal-hal yang abadi atau buhul kuat tertempa waktu.
Seorang prajurit dapat membedakan mana yang fana dan mana yang bertahan lama.
**********
Seorang prajurit cahaya tidak bergantung pada kekuatan diri sediri, ia juga memamfaatkan energi lawannya.
Ketika ia memasuki arena pertempuran, yang ia punya adalah semangat dan jurus-jurus dan pukulan yang dipelajarinya selama latihan. Saat pertempuran terus berlanjut, ia sadar bahwa semangat dan segala latihan tidak memadai untuk menang: pengalamanlah yang menentukan.
Lalu ia membuka hatinya bagi Semesta dan meminta Tuhan agar memberinya inspirasi yang ia butuhkan untuk membalas setiap serangan musuhnya menjadi suatu pelajaran pertahanan diri.
Temannya bilang: “Ia begitu takhayul. Ia berhenti bertarung hanya untuk berdoa; ia bahkan memberikan rasa hormat pada tipuan musuhnya”.
Seorang prajurit tidak terganggu oleh provokasi semacam ini. Ia tahu tanpa inspirasi dan pengalaman, sebanyak apapun latihan tak akan membantunya.
**********
Seorang prajurit cahaya tidak pernah memamfaatkan tipu daya, tapi ia tahu bagaimana membingungkan lawannya.
Meski ia sedang galau, ia gunakan setiap strategi yang didapat untuk meraih tujuannya. Saat ia tahu kekuatannya sudah hampir habis, ia buat musuhnya mengira ia hanya sedang mengulur waktu. Saat ia mesti menyerang lambung kanan, ia arahkan gerakannya ke kiri. Jika ia berniat langsung memulai pertempuran, ia malahan pura-pura letih dan bersiap tidur.
Temannya bilang: “Lihat, ia telah hilang semangat”. Tapi ia tak peduli dengan kata-kata ini karena teman-temannya tidak paham taktiknya.
Seorang prajurit cahaya tahu apa yang ia inginkan. Dan ia tidak perlu buang-buang waktu untuk suatu penjelasan.
**********
Kata-kata bijak orang Cina bicara tentang strategi prajurit cahaya:
“Yakinkan musuhmu kalau ia hanya akan mendapatkan sedikit dengan menyerangmu; karena hal ini akan mengecilkan semangatnya”.
“Jangan malu untuk mundur sementara dari medan pertempuran jika engkau lihat musuhmu lebih kuat; yang penting bukan menang atau kalah dalam suatu pertempuran, tapi bagaimana pertempuran itu berakhir”.
“Kalaupun engkau sangat kuat, jangan pernah malu untuk berpura-pura lemah; karena ini akan membuat musuhmu bertindak lalai dan menyerang terlalu cepat”.
Dalam pertempuran, kunci kemenangan adalah kemampuan untuk mengejutkan lawan”.
**********
“Aneh”, kata prajurit cahaya pada dirinya sendiri. “Aku sudah bertemu dengan banyak orang, yang, pada kesempatan pertama, mereka mencoba memperlihatkan sifatnya yang paling jelek. Mereka sembunyikan kekuatan dari dalam diri dibalik penyerangan; mereka sembunyikan rasa takut kesendirian dibalik udara kebebasan. Mereka tidak percaya pada kemampuan mereka sendiri, tapi malah terus mengumandangkan nilai-nilai kebaikan mereka.
Sang prajurit membaca pesan-pesan ini dalam diri setiap laki-laki dan perempuan yang ia temui. Ia tak pernah tertipu oleh penampilan dan ia hanya akan diam saat orang-orang berusaha membuatnya terkesan. Dan ia gunakan peristiwa itu untuk membetulkan kesalahannya sendiri, karena dari orang lainlah ia dapatkan cermin yang cemerlang.
Seorang prajurit mengambil setiap kesempatan untuk mendidik dirinya sendiri.
**********
Prajurit cahaya kadang bertarung dengan orang-orang yang ia sayangi.
Orang yang melindungi teman-temannya tak pernah merasa berat oleh badai kehidupan; ia cukup kuat untuk melewati rintangan untuk maju terus.
Meski begitu, ia sering dihadapkan oleh tantangan dari orang-orang yang dari mereka ia berusaha mengajarkan seni bermain pedang. Anak muridnya selalu menghasutnya untuk bertarung dengan mereka.
Dan lalu, sang prajurit memperlihatkan kebolehannya: hanya dengan beberapa kali jurus ia melucuti murid-muridnya, dan harmoni pun kembali ke asal dimana mereka bertemu.
“Kenapa saudara melakukan itu, padahal Anda jauh lebih baik daripada mereka?” bertanya seorang pengelana.
Karena dalam menantang saya, apa yang sebenarnya mereka inginkan adalah bicara dengan saya dan beginilah caranya saya menjaga dialog tetap terbuka”, jawab sang prajurit.
**********
Sebelum berangkat menuju medan tempur penting, seorang prajurit cahaya bertanya pada dirinya sendiri:
“Sudah seberapa jauhkah saya mengembangkan kemampuan saya?”
Ia sadar ia telah banyak belajar dari setiap pertempuran yang ia masuki, tapi kebanyakan pelajaran tersebut malah membuatnya menderita yang tak perlu. Lebih dari sekali ia habiskan waktunya pertarung untuk suatu kebohongan. Dan ia menderita karena orang-orang yang tak pantas menerima cintanya.
Para pemenang tak pernah membuat kesalahan dua kali. Makanya sang pejuang hanya mempertaruhkan nyawanya untuk sesuatu yang berharga.
**********
Seorang pejuang cahaya menghormati ajaran utama I Ching: “kegigihan itu menguntungkan”.
Ia tahu bahwa kegigihan tidak sama dengan kebandelan. Ada saatnya pertempuran tidak perlu dilanjutkan lagi, yang hanya akan mengeringkan kekuatan dan semangatnya.
Pada momen tertentu, sang pejuang berpikir: “Pertempuran yang diperpanjang akan berujung dengan kehancuran sang pemenang juga”.
Lantas ia menarik kembali kekuatannya dari pertempuran untuk merehatkan diri. Ia gigih dalam keinginannya, tapi ia tahu ia harus menunggu waktu yang paling tepat untuk menyerang.
Seorang pejuang selalu kembali ke medan tempur. Ia tidak pernah mengerjakan hal itu dengan kebandelan, tapi karena ia selalu mengamati perubahan alam.
**********
Seorang pejuang cahaya tahu bahwa ada momen tertentu yang bisa terulang kembali.
Ia sering dihadapkan dengan masalah dan situasi yang sama, dan karena melihat situasi sulit itu kembali, ia pun merasa tertekan, berpikir kalau ia tak mampu membuat kemajuan dalam hidup.
“Aku sudah melewati semua ini sebelumnya”, ia berkata pada hatinya.
“Ya, kau sudah melewati semua ini sebelumnya”, jawab hatinya. “hanya saja kau belum pernah melampauinya”.
Lantas sang prajurit menyadari bahwa pengalaman berulang tersebut hanya ada satu tujuannya: untuk mengajarinya apa yang tidak ingin dipelajarinya.
**********
Seorang prajurit cahaya tidak pernah bisa ditebak.
Ia bisa saja menari di jalan menuju tempat kerjanya, menatap mata orang asing dan bicara tentang cinta pada pandangan pertama, atau juga bertarung mempertahankan pendapat yang jelas-jelas tidak masuk akal. Pejuang cahaya melakukan hal-hal seperti ini juga.
Ia tak segan-segan menangis pilu karena kesedihan purba atau merasa riang gembira karena menemukan sesuatu yang baru. Kalau ia merasa momennya sudah tiba, ia buang semua yang ada dan langsung berangkat untuk petualangan impian panjang. Kalau ia sadar ia tak bisa berbuat apa apa lagi, ia tinggalkan pertempuran, tapi tidak pernah menyalahkan diri sendiri karena berjanji beberapa tindakan tak terduga yang bodoh.
Seorang pejuang tidak menghabiskan hari-harinya memainkan peran yang dipilihkan orang lain buat dirinya.
**********
Pejuang cahaya selalu menjaga pancaran cahaya di matanya.
Merekalah dunia ini, mereka adalah bagian dari kehidupan orang lain dan mereka berkelana tanpa tas dan sandal. Mereka kerapkali penakut, Mereka tidak selalu membuat keputusan yang benar.
Mereka menderita karena hal-hal yang paling remeh temeh, mereka punya pikiran yang jahat dan kadangkala percaya kalau mereka tidak punya mempuan untuk tumbuh berkembang. Seringkali mereka menganggap diri mereka tak berharga dari anugerah atau keajaiban hidup.
Mereka tidak selalu yakin dengan apa yang dilakukannya di sini. Bermalam-malam tanpa tidur mereka lewatkan, percaya bahwa hidup mereka tak berarti apa-apa.
Itulah sebabnya mereka menjadi prajurit cahaya. Karena mereka berbuat kesalahan. Karena mempertanyakan diri mereka sendiri. Karena mencari suatu alasan – dan meyakini bisa menemukannya.
**********
Prajurit cahaya tidak mengkhawatirkan hal itu, bagi orang lain, perilakunya mungkin kelihatan agak gila.
Ia bicara lantang pada dirinya sendiri saat sendirian. Orang bilang padanya bahwa inilah cara terbaik dalam berhubungan dengan para malaikat, dan ia ambil kesempatan ini dan berusaha melakukannya.
Awalnya, ia merasakan sangat kesulitan. Ia beranggapan bahwa tak ada apapun yang ingin dikatakan, karena ia hanya mengulang-ulang celoteh tak bermakna. Meski begitu, sang prajurit tak mau menyerah. Ia lewatkan seharian bicara pada hatinya. Ia katakan hal-hal yang ia tidak setujui, seperti mungucapkan omong kosong.
Suatu hari, ia amati ada perubahan pada suaranya. Ia menyadari bahwa ia telah bertindak seperti sebuah saluran mengalirnya kebijaksanaan yang tinggi.
Sang prajurit bisa jadi kelihatan gila, tapi ini hanyalah samarannya.
**********
Seperti kata seorang penyair: “Prajurit cahaya memilih musuhnya”.
Ia tahu bahwa ia punya kemampuan; jadi ia tidak perlu lagi keluar dunia sana membanggakan kualitas dan nilai kebaikan dirinya yang tinggi. Namun, ada saja orang yang berusaha membuktikan kalau ia lebih baik daripada dirinya.
Bagi sang prajurit, tak ada yang namanya “lebih baik” atau “lebih buruk”: karena setiap orang mempunyai bakat yang mesti ada bagi jalan dirinya yang khusus pula.
Tapi masih saja ada orang yang bersikeras. Pada kondisi ini, hatinya lalu berkata: “Jangan tanggapi penghinaan ini, karena tidak akan meningkatkan kemampuanmu. Engkau hanya akan membuat dirimu letih sendiri”.
Seorang prajurit cahaya tidak membuang-buang waktunya mendengarkan hasutan; karena ia sudah punya takdir yang akan dipenuhi.
**********
Seorang prajurit cahaya mengingat kata-kata dari John Bunyan:
“Meski aku sudah selesai dengan apa yang kupunyai, aku tidak menyesali segala kesusahan yang kutemui, karena pengalaman itulah yang telah membawaku ke tempat yang ingin kucapai. Dan yang kupunyai sekarang adalah pedang ini dan akan kuberikan pada siapa saja yang ingin melanjutkan ziarahnya.
Kubawa bersamaku bekas luka dan goresan pertempuran yang akan membuka gerbang Surga untukku. Ada saatnya dulu aku selalu mendengarkan kisah-kisah tentang keberanian. Ada masanya dulu aku hanya hidup karena aku harus hidup. Tapi sekarang aku hidup karena aku seorang prajurit, karena aku berharap suatu hari nanti bisa manjadi teman dekatNya yang dengan tegar kuperjuangkan”.
**********
Momen dimana ia mulai menjalaninya, sang pejuang cahaya akhirnya mengenal Jalannya.
Setiap batu dan tikungan menangis menyambutnya. Ia mengenali gunung-gunung dan aliran sungai, ia melihat sesuatu dari jiwanya pada tanaman dan hewan dan burung-burung di padang luas.
Lalu, diterimanya pertolongan Tuhan dan Tanda-TandaNya, ia biarkan Legenda Pribadi menuntunnya menuju bakti kehidupan yang t’lah disediakan untuknya.
Pada malam-malam tertentu, tak ada tempat buatnya untuk tidur, bagi orang lain yang melihatnya, ia menderita insomnia. “Begitulah adanya”, pikir sang prajurit. “Akulah orangnya yang memilih ikut jalan ini”.
Dalam kata-kata inilah terletaknya semua kekuatannya: ia memilih jalan yang ia jalani dan ia tak mengeluh karenanya.
**********
Mulai sekarang – dan untuk beberapa ratus tahun mendatang – Semesta akan membantu prajurit cahaya dan mengahalangi prasangka.
Energi Bumi mesti diperbaharui.
Gagasan baru perlu ruang untuk ditempati.
Tubuh dan jiwa butuh tantangan baru.
Masa datang telah menjadi masa sekarang, dan setiap impian – kecuali keinginan yang penuh prasangka – akan mendapat kesempatan untuk didengar.
Semua yang penting akan tetap tinggal; dan yang tak berguna akan menghilang.
Meski begitu, bukan tanggung jawab prajurit untuk menilai impian orang lain, dan ia tak membuang-buang waktunya mengkritik keputusan orang lain.
Untuk menjaga keyakinannya tetap berada dalam jalan hidupnya, ia tak perlu membuktikan bahwa jalan hidup orang lain salah.
**********
Seorang prajurit cahaya berhati-hati mempelajari posisi yang ingin ia taklukkan.
Sesulit apapun tujuannya, selalu ada cara untuk mengatasi segala aral rintangan. Ia cari jalan alternatif, ia asah pedangnya, ia penuhi hatinya dengan kegigihan untuk menghadapi tantangan.
Tapi begitu ia maju terus, sang prajurit tahu bahwa ada kesulitan yang tidak ia perhitungkan sebelumnya.
Kalau ia tunggu saat yang paling baik, ia tak akan bisa bergerak terus; ini menghendaki sentuhan kegilaan untuk mengambil langkah selanjutnya.
Sang prajurit menggunakan sentuhan kegilaan itu. Karena – dalam cinta dan pertempuran – tak mungkin bisa mengetahui segala sesuatu di masa mendatang.
**********
Seorang prajurit cahaya sadar akan kesalahannya. Tapi ia juga tahu keunggulannya.
Beberapa temannya mengeluh sepanjang waktu karena menganggap “orang lain punya kesempatan yang lebih daripada kita”.
Mungkin mereka benar, tapi prajurit cahaya tidak membiarkan dirinya dilumpuhkan oleh hal semacam ini; ia selalu memamfaatkan segala keutamaannya.
Ia tahu bahwa keutamaan kijang terletak pada kakinya. Kekuatan burung camar terlihat pada akuratnya mereka menyambar seekor ikan. Ia sudah pelajari alasan kenapa harimau takut pada hyena karena ia menyadari kekuatannya sendiri.
Ia coba bangun apa yang betul-betul bisa ia percaya. Dan ia selalu periksa tiga hal yang dibawa bersamanya: keyakinan, harapan dan cinta. Jika tiga hal ini ada disana, ia tak ragu-ragu lagi untuk maju terus.
**********
Prajurit cahaya tahu bahwa tak seorangpun yang bodoh dan kehidupan adalah guru setiap orang – meski selama yang tak terkira.
Ia selalu melakukan yang terbaik dan mengharapkan yang terbaik untuk orang lain. Dengan kedermawanannya, ia selalu perlihatkan pada orang lain begitu banyaknya yang mereka bisa raih.
Beberapa temannya bilang: “Ada saja orang yang tidak tahu berterima kasih”.
Sang prajurit tidak hilang semangatnya karena kata-kata ini. dan ia tetap mendorong orang lain karena dengan begitu juga berarti mendorong dirinya sendiri.
**********
Setiap prajurit cahaya merasakan ketakutan terjun ke medan tempur.
Setiap prajurit, pada suatu waktu di masa lalu, berbohong atau mengkhianati seseorang.
Setiap prajurit cahaya pernah melangkah di jalan yang bukan miliknya.
Setiap prajurit cahaya pernah menderita karena alasan-alasan yang sepele.
Setiap prajurit cahaya, paling tidak sekali, pernah percaya bahwa ia bukan seorang prajurit cahaya.
Setiap prajurit cahaya pernah gagal dalam menunaikan kewajiban spiritualnya.
Setiap prajurit cahaya pernah berkata “ya” saat ia ingin mengatakan “tidak”.
Setiap prajurit cahaya pernah menyakiti seseorang yang ia sayangi.
Makanya ia menjadi prajurit cahaya, karena ia telah menjalani semua ini dan tidak pernah hilang harapan menjadi lebih baik darinya.
**********
Prajurit cahaya selalu menyimak kata-kata para pemikir bestari, seperti dari T.H. Huxley:
“Konsekwensi dari tindakan kita adalah kebodohan manusia sawah dan mercusuar bagi orang-orang bijak”.
“Papan catur adalah dunia ini; bidaknya adalah gerak laku kehidupan seharian kita: aturan mainnya adalah apa yang kita namakan dengan hukum Alam. Sang pemain di sisi lainnya tersembunyi dari kita, tapi kita tahu bahwa permainannya selalu jujur, adil dan sabar”.
Sang prajurit hanya perlu menerima tantangan ini. Ia tahu Tuhan tidak pernah mengabaikan satu kesalahan sekalipun dari orang-orang yang dicintaiNya, tidak juga Ia menerima orang yang disukaiNya berpura-pura tidak tahu aturan permainan ini.